Pemuda dan Sosialisasi
Dosen : Mutiara, SIKOM
Anggota :
1.
Abdul Rahman (10115020)
2.
Brendan
Ardiyanto (11115400)
3.
Motika Okvima Z. (14115315)
4.
Panji Ramadhan (15115315)
Universitas Gunadarma
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita
panjatkan pada Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun judul dari tugas ini adalah
“Pemuda dan sosialisasi”. Tujuan dari penulisan makalah ini dibuat adalah untuk
memenuhi tugas dari mata kuliah ILMU SOSIAL DASAR.
Kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat sesesai
tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karna itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapakan demi sempurnanya
makalah ini.
Semua makalah ini
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Depok,
6 oktober 2015
DAFTAR ISI
I.
INTERNALISASI BELAJAR DAN SPESIALISASI
i.
ORIENTASI MUDA
ii.
PERAN MEDIA MASSA
iii.
PERLU DIKEMBANGKAN
II.
PEMUDA DAN IDENTITAS
i.
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN GENERASI MUDA
ii.
MASALAH DAN POTENSI GENERASI MUDA
III.
PERGURUAN DAN PENDIDIKAN
i.
MENGEMBANGKAN POTENSI GENERASI MUDA
ii.
PENDIDIKAN DAN PERGURUAN TINGGI
LATAR BELAKANG
Pemuda adalah individu dengan karakter yang dinamis, bahkan
bergejolak dan optimis namun belum memiliki pengendalian emosi yang stabil.
Pemuda menghadapi masa perubahan sosial maupun kultural.
Namun,
pemuda juga mempunyai kelemahan yaitu, masih adanya kestabilan dalam
emosionalnya yang sewaktu dapat berubah-ubah. Masalah-masalah
pemuda yang dialami ini adalah bentuk pendewasaan seseorang serta penyesuaian
diri suatu individu terhadap lingkungan sosial yang dihadapinya. Proses sosial
tersebut disebut juga dengan sosialisasi, proses sosialisasi itu berlangsung
sejak anak ada di dunia dan terus akan berproses hingga mencapai titik
kulminasi.
TUJUAN
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi pemuda dalam
lingkungan sosial dan juga dalam sosialisainya. Selain itu untuk mengetahui
pola dan tingkah pemuda.
1. Internalisasi belajar dan
spesialisasi
A. Orientasi
mendua
Menururt Dr. Male
adalah oreintasi yang bertumpu pada harapan orang tua, masyarakat dan bangsa
yang sering bertentangan dengan keterkaitan serta loyalitas terhadap peer
(teman sebaya).
Sementara itu Zulkarimen Nasution
mengutip pendapat ahli komunikasi J.
Kapper mengatakan kondisi bimbang yang dialami para remaja menyababkan mereka
melahab semua isi informasi tanpa seleksi.
Dengan demikian, mereka adalah kelompok
potensial yang mudah dipengaruh media massa, apapun bentuknya.
Keadaan bimbang akibat orientasi mendua,
menurut Dr. Malo juga menyebabkan remaja nekat melakukan tindakan bunuh diri.
Untuk mengatasi hal ini. Dr. Malo
mengemukakan beberapa alternatif yang harus memperhitungkan perenan peer grup,
besar kemungkinan tidak berhasil. Penggunaan waktu luang remaja juga
diperhatikan, untuk menanggulangi masalah tersebut.
Enoch Malkum berpendapat, agar orang
dewasa tidak selalu menganggap setiap youth culture adalah counter culture.
Remaja harus diberi kesempatan berkembang dan beragumentasi.
Enoch Malkum juga melihat perbedaan yang
berarti, antara remaja dahulu dan sekarang. Munculnya fungsi-fungsi baru dalam masyarakat yang dahulu tidak ada.
Ada dua alternatif pemecahan masalah.
Pertama mengaktifkan kembali fungsi keluarga dan kembalinya pada pendidikan agama.
Kedua adalah menegakka hukum.
B. Peran
media massa
Masa remaja merupakan
periode peralihan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa, ditandai beberapa
ciri . pertama, keinginan memenuhi dan menyatakan identitas diri. Kedua,
kemampuan melepas diri dari ketergantungan orang tua. Ketiga, kebutuhan
memperoleh akseptabilitas di tengah sesama remaja.
Ciri ciri ini menyebabkan kecenderungan
remaja melahab begitu saja arus informasi yang serasa dengan selera dan
keinginan mereka. Zulkarimen juga mengamati, para tetua yang tadinya berfungsi
sebagai penapis informasi.
Sebagai jalan keluar perluny membekali
remaja dengan keterampilan berinformasi yang mencangkup menemukan, memiliki,
menggunakan dan mengevaluasi informasi.
C. Perlu
dikembangkan
Suwarniayati Sartomo berpendapat, remaja
sebagai individu dan masa pancaroba mempunyai penilaian yang belum mendalam
terhadap norma, etika dan agama. Mereka menganggap tanggung jawab mengenai
masalah kenakalan remaja sepenuhya berada dipihak yang berwajib.
Disimpulkan bahwa masalah kepemudaan
dapat ditinjau dari 2 asumsi yaitu:
1) Penghayatan
mengenai proses perkemangan bukan sebagai suatu kontinum yang sambung
menyambung tetapi fragmentaris, terpecah-pecah dan setiap fragmen mempunyai
arti sendiri sendiri. Pemuda dibedakan dari anak dan orang tua dan masing
masing fragmen itu mewakili nilai sendiri.
Oleh sebab itu, arti setiap masa
perkembangan hanya dapat dimengerti dan dinilai dari msa itu sendiri. Masa
kanak kanak hanya dapat diresapi karena keanakannya masa pemuda karena sifat
sifatnya yang khas pemuda, dan masa
orang tua yang diidentifiksi dengan stabilitas hidup dan kemapanan.
Dinamika pemuda tidak lebih dari usaha
untuk menyesuaikan diri dengan pola pola kelakuan yang sudah tersedia dan
setiap bentuk kelakuan yang menyimpang akan dicap sebagai yang anomalis, yang
tak wajarnya.
2) Posisi
pemuda dalam arah kehidupan itu sendiri. Tafsiran tafsiran klasik didasarkan
pada anggapan bahwa kehidupan mempunyai pola yang banyak sedikitnya . sudah
tentu dan ditentukan oleh mutu pemikiran yang diwakili oleh generasi tua yang
bersembunyi di balik tradisi.
3) Hal
disebabkan oleh suatu anggapan bahwa pemuda tidak mempunyai andil yang berarti
dalam ikut mendukung proses kehidupan bersama dalam masyarakat. Pemuda dianggap
sebagai obyek dari penerapan pola pola kehidupan dan bukan sebagai subyek yang
mempunyai nilai sendiri.
Demikian
pula usaha–usaha untuk menyalurkan potensi pemuda kerapkali bersifat
fragmentaris, karena potensi itu dilihat bukan merupakan sebagian dari
aktivitas dalam wawasan kehidupan, tetapi tidak lebih sebagai penyaluran tenaga
dan berlebihan dari pemuda itu.
2)
Posisi pemuda dalam kehidupan itu sendiri. Tafsiran–tafsiran klasik didasarkan
pada anggapan bahwa kehidupan mempunyai pola yang banyak sedikitnya. Sudah
tentu dan ditentukan oleh mutu pemikiran yang diwakili oleh generasi tua yang
bersembunyi di balik tradisi. Dinamika pemuda tidak dilihat sebagai sebagian
dari dinamika atau lebih tepat sebagian dari dinamika wawasan kehidupan,
Hal
ini disebabkan oleh suatu anggapan bahwa pemuda tidak mempunyai audit yang
berarti dalam ikut mendukung proses kehidupan bersama dalam masyarakat. Pemuda
dianggap sebagai obyek dari penerapan pola-pola kehidupan dan bukan sebagai
subyek yang mempunyai nilai sendiri.
Dua
asumsi yang mendasari pandangan di atas, kiranya tidak akan memberi jawaban
terhadap “kebinalan” pemuda dewasa ini. Baik gagasan mengenai “wawasan
kehidupan”, maupun konsep mengenai tata kehidupan yang dinamis, akan
menggugurkan pandangan klasik, yang menafsirkan kelakuan pemuda dan hidup
kepemudaan sebagai sesuatu yang abnormal.
Pemuda
sebagai suatu subyek dalam hidup, tentulah mempunyai nilai-nilai sendiri dalam
mendukung dan mengerakkan hidup bersama itu. Hal ini hanya bisa terjadi apabila
tingkah laku pemuda itu sendiri ditinjau sebagaiinteraksi terhadap
lingkungannya dalam arti luas. Penafsiran mengenai identifikasi pemuda seperti
ini disebut sebagai pendekatan ekosferis.
Di
dalam proses identifikasi dengan kelompok sosial serta norma-normanya itu tidak
senantiasa seorang mengidentifikasi dengan kelompok tempat ia sedang menjadi
anggota secara resmi. Kelompok semacam ini disebut membership group, kelompok
dimana ia menjadi anggota. Tetapi, dalam mengidentifikasi dirinya dengan suatu
kelompok, mungkin pula seseorang melakukannya terhadap sebuah kelompok tempat
ia pada waktu itu tidak lagi merupakan anggota atau terhadap kelompok yang ia
ingin menjadi anggotanya. Dalam hal terakhir ini, ia mengidentifikasi dirinya
dengan sebuah kelompok diluar membership groupnya, kelompok tersebut tempat
identifikasi dirinya dissebut juga reference group.
Jadi,
reference group merupakan kelompok yang norma-normanya, sikap-sikapnya, dan
tujuannya sangat ia setujui, dan ia ingin ikut serta dalam arti bahwa ia senang
kepada kerangka norma, sikap, dan tujuan yang dimiliki kelompok tersebut.
2. PEMUDA
DAN IDENTITAS
Pemuda
adalah suatu generasi ini mempunyai permasalahan-permasalahan yanng sangat
bervariasi, di mana jika permasalahan ini tidak dapat diatasi
secaraproporsional maka pemuda akan kehilangan fungsinya sebagai penerus
pembangunan.
Pemuda
memiliki potensi-potensi yang melekat pada dirinya dan sangat pentingartinya
sebagai sumber daya manusia. Oleh karena itu, berbagai potensi positif yang
dimiliki generasi muda ini harus digara, dalam arti pengembangan dan
pembinaannya hendaknya harus sesuai dengan asas, arah, dan tujuan pengembangan
dan pembinaan generasi muda di dalam jalur-jalur pembinaan yang tepat.
Proses
sosialisasi generasi muda adalah suatu proses yang sangat menentukan kemampuan
diri pemuda untuk menselaraskan diri di tengah-tengah kehidupan masyarakatnya.
Oleh karena itu pada tahapan pengembangan dan pembinaannya, melalui proses
kematangan dirinya dan belajar pada berbagai media sosialisasi yang ada di
masyarakat, seorang pemuda harus mampu menseleksi berbagai kemungkinan yang ada
sehingga mereka mampu mengendalikan diri dalam hidupnya di tengah-tengah
masyarakat, dan tetap mempunyai motivasi sosial yang tinggi.
a.
Pembinaan
dan Pengembangan Generasi Muda
Pola
Dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dalam keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan
Nomor: 0323/U/1978. Maksud dari Pola Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda
adalah agar semua pihak yang turut serta dan berkepentingan dalam penanganannya
benar-benar menggunakan sebagai pedoman sehingga pelaksanaannya dapat terarah,
menyeluruh dan terpadu serta dapat mencapai sasaran dan tujuan yang dimaksud,
Pola
Dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda disusun berlandaskan:
1) Landasan
idiil : Pancasila
2) Landasan
konstitusional : Undang-Undang Dasar
1945
3) Landasan
strategis : Garis-garis Besar
Haluan Negara
4) Landasan
historis : Sumpah Pemuda
Tahun 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945
5) Landasan
normatif : Etika, tata nilai dan tradisi
luhur yang hidup dalam masyarakat
Motovasi dasar Pembinaan dan
Pengembangan Generasi Muda Bertumpu pada strategi pencapaian tujuan nasional,
seperti telah terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV.
Atas dasar kenyataan diatas diperlukan
penataan kehidupan pemuda karena pemuda perlu memainkan peranan penting dalam
pelaksanaan pembangunan. Dalam hal ini, maka Pembinaan dan Pengembangan
Generasi Muda haruslah menanamkan motivasi kepekaan terhadap masa datang
sebagai bagaian mutlak masa kini. Untuk itu, kualitas kesejahteraan yang
membawa nilai-nilai dasar bangsa merupakan faktor penentu yang mewarnai
Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda dalam memasuki masa yang akan datang.
Apabila pemuda pada masa sekarang
terpisah dari persoalan-persoalan masyarakat, maka sulit akan lahirnya pemimpin
masa datang yang dapat memimpin bangsanya sendiri.
Pembinaan dan Pengambangan Generasi Muda
mempunyai dua hal pokok, yaitu :
a. Generasi
muda sebagai subyek pembinaan dan pengembangan adalah mereka yang telah
memiliki bekal-bekal dan kemampuan serta landasan potensi lainnya, untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi bangsa dalam rangka kehidupan
berbangsa dan bernegara serta pembangunan nasional.
b. Generasi
muda sebagai obyek pembinaan dan pengembangan ialah mereka yang masih
memerlukan pembinaan dan pengembangan ke arah pertumbuhan arah pertumbuhan
potensi dan kemampuan-kemampuan ke tingkat yang optimal dan belum dapat
bersikap mandiri yang melibatkan secara fungsional.
b. Masalah dan Potensi Generasi Muda
1) Permasalahan Generasi Muda
a. Dirasa
menurunnya jiwa idealisme, patriotisme dan nasionalisme di kalangan masyarakat
termasuk generasi muda
b. Kekurangpastian
yang dialami oleh generasi muda terhadap masa depannya
c. Belum
seimbang antara jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang tersedia,
baik yang formal maupun non formal. Tingginya jumlah siswa putus sekolah yang
dilibatkan oleh berbagai sebab yang bukan hanya merugikan generasi muda
sendiri, tetapi juga merugikan seluruh bangsa.
d. Kurangnya
lapangan kerja / kesempatan kerja serta tingginya tingkat pengangguran.
Setengah pengangguran dikalangan generasi muda dapat mengakibatkan berkurangnya
produktivitas nasional dan memperlambat laju perkembangan pembangunan nasional.
e) kurangnya gizi yang dapat menyebabkan
hambatan bagi perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan badan di kalangan
generasi muda, hal tersebut di sebabkan oleh rendahnya daya beli dan kurangnya
perhatian tentang gizi dan menu makan seimbang di kalangan masyarakat yang berpenghasilan
tinggi.
f) masih banyak perkawinan di bawah umur,
terutama di kalangan masyarakat daerah pedesaan.
g) Pergaulan bebas yang membahayakan sendi
– sendi perkawinan dan kehidupan keluarga.
h) Meningkatnya kenakalan remaja termasuk
penyalagunaan narkotika.
i) Belum adanya peraturan perundangan
yang menyangkut generasi muda.
Dalam
rangka untuk memecahakan permasalahan generasi muda tersebut di atas memerlukan
usaha – usaha terpadu, terarah dan berencana dari seluruh potensi nasional
dengan melibatkan generasi muda sebagai subjek pembangunan. Organisasi pemuda
yang telah berjalan baik adalah merupakan potensi yang siap untuk dilibatkan
dalam kegiatan pembangunan nasional.
2)
Potensi – potensi Generasi Muda / Pemuda
Potensi – potensi yang terdapat pada
generasi muda perlu dikembangkan adalah :
a)
Idealisme dan day kristik
Secara
sosiologi generasi muda belum mapan dalam tangtangan yang ada, maka ia dapat
melihat kekurangan – kekurangan dalam tatanan dan secara wajar mampu mencari
gagasan baru.
Pengejawantahan
idealism dan day listrik perlu untuk senantiasa dilengkapi dengan landasan rasa
tanggung jawab yang seimbang.
b)
Dinamika dan kreativitas.
Adanya
idealism pada generasi muda, maka generasi muda memiliki potensi kedinamisan
dan kreatifitas yakni kemampuan dan kesediaan untuk mengadakan perubahan,
pembharuan dan penyampurnaan kekurangan – kekurangan yang ada ataupun
mengemukakan gagasan – gagasan / alternative yang baru sama sekali.
c)
keberanian mengambil resiko
perubah
dan pembaharuan termasuk pembangunan, mengandung resiko dapat meleset, terhambat atau gagal. Namun
mengambil resiko itu adalah perlu jika kemajuan itu ingin di peroleh.
Generasi
muda dapat dilibatkan pada usaha – usaha yang mengandung resiko, kesiapan
pengetahuan, perhitungan dan keterampilan dari generasi muda akan memberi
kualitas yang baik kepada pemberanian mengambil resiko.
d) optimis dan kegairahan semangat
kegagalan
tidak menyebabkan generasi muda patah semangat. Optimism dan kegairahan semangat
yang di miliki generasi muda akan merupakan daya pendorong untuk mencoba maju
lagi.
e) Sikap kemandirian dan disiplin murni.
Generasi
muda memiliki keinginan untuk selalu mandiri dlam sikap dan tindakkannya. Sikap
kemandirian itu perlu dilengkapi dengan kesadaran disiplin murni pada dirinya,
agar dengan demikian mereka dapat menyadari batas – batas yang wajar dan
memiliki tenggang rasa.
f) Terdidik
walaupun
dengan memperhitungan factor putu sekolah, secara menyeluruh baik dalam arti
kuantitatif maupun dalam arti kuantitatif generasi muda secara relative lebih
terpelajar karena terbukanya kesempatan belajar dari para generasi
pendahulunya.
g) Keanekaragaman dalam persatuan dan kesatuan.
Keanekaragaman
generasi muda merupakan cermin dari keanekaragaman masyarakat kita.
Keanekaragaman tersebut dapat merupakan hambatan jika hal itu dihayati secara
sempit dan eklusif.
Tapi
keanekaragaman masyarakat Indonesia dapat merupakan potensi dinamis dan kreatif
jika keanekaragaman itu ditempatkan dalam rangka integrasi nasional yang
didasarkan atas semangat dan jiwa sumpah pemuda tahun 1928 serta kesamaan
semboyan Bhineka Tunggal Ika. Sehingga dengan demikian merupakan sumber yang
kaya untuk kemajuan bangsa itu sendiri. Untuk itu generasi muda perlu didorong
untuk
Menampilkan
potensinya yang baik dan di beri peran yang jelas serta bertanggung jawab dalam menunjang pembangunan nasional.
h)
Patriotisme dan nasionalisme
Pemupukan
rasa kebanggan, kecintaan dan turut serta memiliki bangsa dan Negara di
kalangan generasi muda perlu lebih di galakan, pada gilirannya akan mempertebal
semangat pengabdian dan kesiapannya untuk membela dan mempertahankannya bangsa
dan Negara dari segala bentuk ancaman. Dengan tekad dan semangat ini generasi
muda perlu di libatkan dalam setiap usaha dan pemantapan ketahanan dan
pertahanan nasional.
i)
Sikap kesatria
Kemurnian
idealism, keberanian, semangat pengabdian dan pengorbanan serta rasa tanggung
jawab social yang tinggi adalah unsur – unsur yang perlu dipupuk dan di
kembangkan terus menjadi sikap kesatria di kalangan generasi muda Indonesia
sebagai pembela dan penegak kebenaran dan keadilan bagi masyarakat dan bangsa.
j)
Kemampuan dan penguasaan ilmu dan
teknologi
Generasi
muda dapat berperan secara berdaya guna dalam pengembangan ilmu dan teknologi
bila secara fungsional dapat di kembangkan sebagai transformator dan
dinamisator terhadap lingkungannya yang lebih terbelakang dalam ilmu dan
pendidikan serta penerapan teknologi, baik yang maju, maupun yang sederhana.
Sosialisasi
adalah proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuain diri
bagaiman bertindak dan berpikir agar ia berperan dan berpungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat.
Proses
sosialisasi sebenarnya berawal dari awal keluarga.
Bagi anak – anak yang masih kecil, situasi
sekelilingnya adalah keluarga sendiri. Gambaran diri mereka sendiri merupakan
pantulan perhatian yang di berikan keluarga kepada mereka. Persepsi mereka
tentang dirinya dunia dan masyarkat di sekelilingnya secara langsung dipengaruhi
dipengaruhi oleh tindakan dan keyakinan para keluarga mereka. Nilai – nilai
yang dimiliki oleh individu dan berbagai peran dapat di lakukan oleh seseorang,
semuanya berawal dari dalam lingkungan sendiri. Melalui proses sosialisasi,
individu (pemuda) akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan kebiasaannya
dengan proses sosialisasi, individu tau bagaimanaia harus bertingkah laku di
tengah tengah masyarakat dan limgkungan budayanya. Kepribadian seseorang
melalui proses sosialisasi akan terbentuk dimana kepribadian itu terbentuk
suatu komponen pemberi atau penyebab warna dari wujud tingkah laku social
manusiia, jadi dalam hal ini sosialisasi merupakan salah satu proses belajar
kebudayaan dari anggota masyarakat dalam hubungannya dengan system social. Dalam
proses tersebut seseorang individu dari masa anak anak hingga dewasa belajar
pola pola tingkah dalam interaksi beraneka ragam atau macam peranan social
mungkin ada dalam kehidupan sehari – hari.
Setiap individu dalam
masyarakat yang berbeda mengalami proses sosialisasi yang berbeda pula, karena
proses sosialisasi banyak di tentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan
social yang bersangkutan. Jadi sosialisasi di titik beratkan soal individu
dalam kelompok melalui pendidikan dan perkembangannya. Oleh karena itu proses
sosialisasi melahirkan kedirian (self) dan kepribadian seseorang terhadap diri
sendiri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya.
Proses
sosialisasi ini berarti tidak berhenti sampai keluarga, tapi masih ada lembaga
lainnya. Cohen (1983) menyatakan bahwa lembaga sosialisasi yang terpenting
ialah keluarga, kelompok sebaya dan media masa. Dengan demikian sosialisasi
dapat berlangsung secara formal ataupun nonformal. Secara formal, froses
sosialisasi lebih teratur karena di dalamnya di sajikan seperangkat ilmu
pengaturan teratur dan sistematis serta dilengkapi oleh perangkat norma yang
tegas dan harus di patuhi oleh setiap individu. Proses sosialisasi ini di
lakukan secara sadar dan sengaja, terjadinya ini bila seseorang individu mempelajari
pola – pola keterampilan, norma atau prilaku melalui pengamatan informal
terhadap interaksi orang lain.
Meskipun sosialisasi
itu mungkin berbeda – beda dalam berbagai lembaga, kelompok atau pun
masyarakat, namun sasaran sosialisasi itu sendiri banyak memiliki kesamaan.
Tujun
pokok sosialisasi adalah :
1)
Indivdu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang di butuhkan
bagi kehidupan kelak di masyarakat.
2)
individu harus mampu berkomunikasi secara effektif dan mengembangkan kemampuannya.
3) pengendalian fingsi – fungsi organic yang di
pelajari melalui latihan – latihan mawas diri yang tepat.
4) bertingkah laku selaras dengan norma atau
tata nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada lembaga atau kelompok khususnya
dan masyarakat umumnya.
Factor
lingkungan bagi pemuda dalam proses sosialisasi pemuda terus berlanjut dengan
segala daya imitasi dan identitasnya. Pengalaman demi pengalaman akan di
peroleh pemuda dari lingkungan sekelilingnya. Lebih – lebih dari masa peralihan
dari masa muda menjelang dewasa. Di mana sering terjadi konflik nilai, wadah
bembinaan harus bersifat fleksible, mampu dan mengerti dalam membina pemuda
harus mematikan jiwa mudanya yang penuh dangan fasilitas hidup.
3.
PERGURUAN DAN PENDIDIKAN.
A.
MENGEMBANGKAN POTENSI GENERASI MUDA
Jika pada abad 20 ini
planet bumi di huni oleh mayoritas penduduk berusia muda, dengan perkiraan
berusia 17 tahuanan. Tentu akan menimbulkan beberapa pertanyaan. Dua di antara
beberapa deretan pertanyaan yang muncul adalah :
Apakah generasi muda
itu telah mendapatkan kesempatan mengenyam dunia pendidikan dan keterampilan
sebagai modal utama bagi insan pembangunan?
Sampai dimana
penyelenggaraan pendidikan formal dan non formal berperan bagi pembangunan,
terutama bagi Negara – Negara yang sedang berkembang?
Pada kenyataannya
Negara – Negara sedang berkembang masih banyak mendapat kesulitan untuk
penyelenggaraan pembangunan tenaga usia muda melalui pendidiakan. Sehubungan
dengan itu Negara Negara berkembang sedang merasakan selalu kekurangan tenaga
terampil dalam dalam mengisi lowongan – lowongan pekerjaan terntu yang meminta
tenaga kerja dengan keterampilan khusus. Kekurangan tenaga kerja terampil itu
terasa mana kala nagara – Negara sedang berkembang merencanakan dan berambisi
untuk mengembangkan dan memanfaaatkan sumber – sumber alam yang mereka miliki.
Misalnya
dalam explorasi dan ekploitasi sector pertambangan, baik yang berlokasi di
darat maupun yang ada di lepas pantai.
Hal yang sama juga di
rasakan manakala Negara – Negara sedang berkembang berniat untuk melaksanakan
program – program industrialisasi yang menuntut tenaga – tenaga terampil
berkualitas tinggi.
Dari
Negara – Negara maju, salah satu di antaranya adalah amerika serikat.
Dinegeri ini pada
umumnya para generasi muda mendapat kesempatan luas dlam mengembangkan
kemampuan dan potensi ide nya. Para mahasiswa sebagai dari generasi muda, di
dorong, di rangsang dengan berbagai motivasi dan di pacu untuk maju dalam
berlomba menciptakan suatu ide / gagasan yang harus di wujudakan dalam suatu
bentuk barang, dengan berorientasi pada teknologi mereka sendiri. Untuk
mengembangkan ide – ide / gagasan itu, institut teknologi maschussests (MIT) ,
universitas orgen dan unversitas carnrgie mellon (CMU) pada tahun 1973 di
Pittsburgh, Pennsylvania, telah membuat proyek bersama berjangka waktu lima
tahunan, melibatkan sekitar 600 mahasiswa
dan 55 anggota fakultas dalam program – program belajar dan membaharu
dalam wadah nasional science foundation (NSF), di masing – masing pusat inovasi
universitas – universitas tersebut. Hasil yang di capai proyek – proyek itu :
lebih dari dua lusin produk, proses atau pelayanan baru telah di pasarkan
menciptakan hamper 800 pekerjaan baru, dan memperoleh hasil penjualan sebesar
$46,5 juta (Kingsbury, Louise, 1978 : 59).
Gagasan
dan pola kerja yang hamper serupa telah di kembangkan pula Negara – Negara
asia, misalnya: jepang, korea selatan, singapur, Taiwan. Jerih payah dan
ketentuan para innovator pada sector teknologi industry itu membawa Negara –
Negara itu tampil dengan lebih meyakinkan sebagai Negara yang berkembang mantap
dalam perekonomiannya.
Sebagai upaya bangsa
Indonesia untuk membangun potensi tenaga generasi muda agar menjadi innovator –
innovator yang memiliki keterampilan dan skill berkualitas tinggi.
Pembinaan sedini
mungkin di fokuskan angkaan muda pada tingkat SLTP/SLTA, dengan cara
penyelenggraan lomba karya ilmiah tingkat nasional oleh lembaga ilmu
pengetahuan Indonesia (LIPI). Minat generasi muda untuk mengikuti lomba karya
ilmiah dari berbagai cabang di siplin ilmu itu ternyata lenih baik dari
perkiraan semula. Setiap tahun lomba serta karya ilmiah remaja itu semakin
bertambah jumlahnya. Yang sangat menggembirakan, dalam usia yang belia itu
mereka telah mampu menghasilkan karya –
karya ilmiah yang cukup membuat kagum para cendikiawan tua.
Pembinaan
dan pengembangan potensi angkatan muda pada tingkat perguruan tinggi, lebih
banyak di arahkan dalam program – program studi dalam berbagai ragam pendidikan
formal. Mereka dibina digemblang di laboratorium dan pada kesempatan praktek
lapangan.
Kaum
muda memang betul – betul merupakan suatu sumber bagi pengembangan masyarakat
dan bangsa. Oleh karena itu , pembinaan dan perhatian khusus harus di berikan
bagi kebutuhan dan pengembangan potensi mereka.
B. PENDIDIKAN DAN
PERGURUAN TINGGI.
Namun
demikian tidak dapat disangkal bahwa kualitas sumber daya manusia merpakan
factor yang sangat menentukan dalam proses pembangunan. Hal ini karena manusia
bukan semata – mata menjadi objek pembangunan, tetap sekaligus juga merupakan
(6-12) tahun dapat di tamping oleh fasilitas pendidikan dasar yang ada.
Persentase jumlah penduduk yang masih buta huruf di perkirakan sebagai 40%.
Tetapi
masalah pendidiakan bukan saja masalah pendidikan formal, tetapi pendidikan
membentuk masing manusia membangun. Dan
untuk itu di perlukan kebijaksanaan terarah terpadu di dalam menangani masalah
pendidikan ini. Rendahnya produktivitas rata – rata penduduk, banykanya jumlah
pencari kerja, “under Utilized Population”, kurangnya semangat kewirasuastaan,
merupakan hal – hal yang memerlukan perhatian yang sungguh – sungguh.
Walaupun
pada saat ini system pendidikan mulai di kelola secara lebih terbuka dan
memungkinkan diterapkannya inovasi teknologi serta pembanguna – pembangunan
ilmu mutakhir, dan walaupun anggaran biaya – biaya kependidikan semakin hari
semakin bertambah sehingga merupakan jumlah yang cukup besar di bandingkan
dengan pembinaan sector lainnya, nampaknya persoalan yang tidak mudah di atasi.
Demokratisi kependidikan, baik yang berjalan horizontal maupun yang bergerak
kearah vertical, adalah masalah sehari – hari yang di hadapi pemerintah di dlam
rangka mewujudkan cita – cita pemerataan pendidikan bagi seluruh warga Negara
di dalam konteks masyarakat keseluruhannya.
Dalam arti inilah, maka
pembinaan tentang generasi muda / pemuda, khususnya yang berkesempatan
menganyam pendidikan tinggi penting, karena sebagai alas an.
Pertama, sebagai
kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mereka yang memiliki
pengetahuan yang luas tentang masyarakatnya, karena adanya keempatan untuk
terlibat di dalam pemikiran , pembicaraan serta penelitian tentang berbagai
masalah yang ada dalam masyarakat. Kesempatan ini tidak di miliki oleh generasi
muda pada umumnya. Namun mahasiswa
termasuk orang yang terkemukadi dalam memberikan perhatian terhadap masalah –
masalah yang di hadapai oleh masyarakat nasional.
Kedua, sebagai kelompok
masyarakat yang paling lama di bangku sekolah, maka mahasiswa mendaparkan
proses sosialisasi terpanjang secara terencana, dibandingkan dengan generasi
muda / pemuda lainya. Melalui berbagi mata pelajaran seperti PMP, sejarah dan
Antropologi maka berbagai masalah kenegaraan, dan kemasyarakatan dapat
diketahui.
Ketiga, mahasiswa yang
berasal dari berbagai etis dan suku bangsa dapat menyatu dalam bentuk
terjadinya akulturasi social dan budaya. Hal ini akan memperkaya khasanah
kebudayaannya. Sehingga mampu melihat Indonesia secara keseluruhan.
Empat, mahasiswa
sebagai kelompok yang akan memiliki lapisan atas dari susunan kekuasaan.
Struktur perekonomian dan prestise di dalam masyarakat, dengan sendirinya
merupakan elite di kalangan generasi muda, yang jelas bahwa mahasiswapada
umumnyamempunyai pandangan yang lebih luas dan jauh ke depan serta keterampilan
berorientasi yang lebih baik di bandingkan dengan generasi muda lainnya.
KESIMPULAN
Pemuda
memiliki potensi-potensi yang melekat pada dirinya dan sangat pentingartinya
sebagai sumber daya manusia. Oleh karena itu, berbagai potensi positif yang
dimiliki generasi muda ini harus digara, dalam arti pengembangan dan
pembinaannya hendaknya harus sesuai dengan asas, arah, dan tujuan pengembangan
dan pembinaan generasi muda di dalam jalur-jalur pembinaan yang tepat.
Daftar
Pustaka………………………………………………………………………………………
Haryantiyoko, Heltje F.
Kateuuk,1997,MKDU Ilmu Sosial Dasar, Depok, Gunadarma